Falsafah Piil Pesenggiri, Pedoman Hidup Masyarakat Lampung

Piil Pesenggiri adalah pedoman hidup dalam bersikap dan berprilaku dalam masyarakat adat Lampung di berbagai aktivitas hidupnya. Piil Pesenggiri memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Lampung yaitu sebagai pedoman hidup. Ini bermakna setiap gerak dan langkah kehidupan orang Lampung dalam kehidupan sehari-hari dilandasi dengan kebersihan jiwa.

Dari tindakan ini tercermin hubungan vertikal dan horizontal dalam masyarakat Lampung berupa keimanan pada Tuhan dan pergaulan sosial pada sesama. Etos dan spirit kelampungan inilah yang harus ditumbuhkembangkan untuk membangun eksistensi orang Lampung dan penanda kelokalan di era globalisasi.

Foto : Yopie Pangkey

Suku Lampung dalam sejarahnya tercatat sebagai salah satu suku yang memiliki peradaban tinggi. Fakta ini bisa tercermin dari kebudayaan yang dimiliki ulun (orang) Lampung.

Bukti kongkretnya, suku Lampung memiliki aksara baca tulis yang bernama ka ga nga, bahasa dalam dua dialek Nyow dan Api, tatanan acuan pemerintah dalam kitab Kuntara Raja Niti (Kitab Hukum Tata Negara), tradisi arsitektur, sastra serta adat istiadat yang tumbuh secara turun temurun.

Selain itu, salah satu ciri masyarakat Lampung memiliki peradaban juga ditandai adanya filsafat dan falsafah hidup sebagai refleksi atau kesemestaan. Artinya, setiap titi gemati adat atau budaya pasti memiliki dasar filosofi yang mengandung hikmah bagi masyarakat. Adat Lampung pun punya Piil Pesenggiri sebagai dasar filosofinya.

Kearifan lokal orang Lampung yang terkandung dalam Piil Pesenggiri ini bisa dijadikan modal dalam pembangunan bumi Lampung. Falsafan ini pula yang menginspirasi dan menjadi spirit lahirnya motto Sang Bumi Ruwa Jurai yang menggambarkan masyarakat etnis Lampung punya tekad untuk menerima dan melindungi eksistensi jurai pendatang untuk bersama-sama membangun Lampung.

Falsafah Piil Pesenggiri

Lampung memiliki falsafah yang dikenal dengan nama Piil Pesenggiri, yaitu falsafah yang muncul dari akar rumput. Pasalnya dalam sejarah Lampung tidak pernah dikuasai oleh raja-raja yang memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.

Piil Pesenggiri memiliki arti harga diri, makna prinsip-prinsip yang harus dianut agar seseorang itu memiliki eksistensi atau harga diri.

Adapun Piil Pesenggiri sebagai penyangga (pilar) utama filosofi orang Lampung disokong 4 pilar penyangga yaitu Nemui Nyimah, Nengah Kapur, Sakai Sambaian, dan Juluk Adek.

1. Nemui Nyimah

Terdiri dari dua kata. Kata Nemui yang berarti tamu dan Nyimah yang berasal dari kata Simah yang berarti santun. Masalah tamu atau tetamuan ataupun pertemuan dimaksudkan sebagai ukuran bagi eksistensi seseorang. Orang dikatakan berhasil, jika sanggup menjadi tamu yng baik atau menjadi tuan rumah yang bisa menerima tamu.

Adapun posisi baik sebagai tamu maupun tuan rumah maka yang menjadi ukuran adalah kata Simah yang berarti santun. Jadi sikap santun menjadi ukuran eksistensi seseorang dalam komunitas masyarakat Lampung. Kesantunan seseorang ini bisa dalam bentuk prilaku dan tutur kata dan juga dalam bentuk benda. Jadi, orang bisa dikatakan santun jika bisa berlaku produktif.

Istilah ini juga mengandung makna keterbukaan terhadap seluruh masrakat kepada siapapun yang menjalin hubungan. Tindakan ini merupakan penerapan dari prinsip membina tali silaturahmi baik terhadap generasi sebelumnya maupun generasi sekarang dan generasi mendatang.

Baca Juga : Kain Tapis Lampung dan Berbagai Jenis-jenisnya

2. Nengah Nyappur

Terdiri daru dua kata yaitu kata Nengah yang berarti kerja keras, keterampilan, dan bertanding dan Nyappur yang artinya tenggang rasa.

Nengah Nyappur ini merupakan salah satu upaya masyarakat Lampung untuk membekali diri baik dari sisi intelektual maupun spiritual, sehingga memiliki kemampuan dalam mengorganisir isi alam untuk kemudian dimanfaatkan secara optimal bagi kemakmuran masyarakat.

3. Sakai Sambaian

Terdiri dari dua kata yaitu Sakai dan Sambaian. Kata Sakai berasal dari kata akai yang artinya terbuka dan bisa menerima sesuatu yang datang dari luar. Sedangkan Sambai atau Sumbai yang berarti memberi. Dengan kata lain Sakai Sambaian berarti sifat kooperatif atau gotong royong.

4. Bejuluk Beadek

Terdiri dari dua kata yaitu Juluk dan Adek. Juluk adalah nama baru ketika seseorang mampu menancapkan cita-cita. Sedangkan Adek adalah gelar atau nama baru yang diberikan ketika cita-cita itu telah tercapai.

Bejuluk Beadek juga merupakan salah satu sikap dari masyarakat Lampung yang mencerminkan pada kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk saling menghormati dalam keluarga maupun masyarakat.

Baca Juga : Rumah Adat Lampung, Rumah Tradisional Kebanggaan Masyarakat Lampung

Piil Pesenggiri sebagai filosofi orang Lampung dengan keempat pilar penyangganya, sudah berabad-abad lalu hidup dan dijalani oleh masyarakat adat Lampung.

Piil Pesenggiri ini dijalankan dengan konsisten dan kesungguhan yang mengantarkan manusia pada tatanan kehidupan yang harmonis dan serasi. Piil Pesenggiri juga menjauhkan orang dari perpecahan dan makin memperkokoh persatuan dalam masyarakat multikultural.

Jadi, Piil Pesenggiri bisa dijalankan oleh siapun yang mencintai kedamaian tetapi juga keragaman. Kearifan lokal dan etos Piil Pesenggiri bisa menjadi spirit dan modal dalam menggesa pembangunan di Sang Bumi Ruwa Jurai agar orang Lampung bisa tegak sejajar dengan suka bangsa lainnya dalam pergaulan global.

Sumber Referensi:
Buku Piil Pesenggiri, Karya Christian Heru Cahyo Saputro, S. Pd yang diterbitkan tahun 2011.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *